Main Menu

Asal Mula Nama Jakarta

Asal Mula Nama Jakarta

Berita Lifestyle – Berita Lifestyle,Telah jamak di ketahui kalau lagi tahun. Jakarta jatuh pada 22 Juni serta penetapannya dihitung mulai sejak 1527. Itu berarti, hari ini Kota Jakarta bakal merayakan lagi tahun. yang ke-489.

Walau sekian, penetapan oleh Prof Soekanto ini masihlah menyebabkan masalah. JJ Rizal, peneliti budaya serta histori Betawi, mengatakan nama Jakarta bahkan juga telah nampak 500 tahun. sebelumnya Jepang datang ke Indonesia.

Soekanto dalam buku Dari Djakarta ke Djajakarta menyampaikan, ” …pernah kita dengar sendiri, kalau nama Djakarta dikira seakan-akan sebagai satu nama baru, jaitu nama jang diberikan dalam djaman pemerintahan Djepang untuk memasukkan daerah itu dalam lingkungan Asia Timur Raja atau Dai Nippon. “

Soekanto menulis, memanglah nama Jakarta nampak dalam saat Jepang serta diberikan untuk menukar nama Batavia yang berbau penjajahan serta berbentuk kolonial. Tetapi, Sukanto menyatakan bukanlah bermakna nama Jakarta itu yaitu satu ciptaan Jepang dalam Perang Dunia ke II.

Sekurang-kurangnya, kata Soekanto, nama Jakarta dengan beragam macamnya (Djakerta, Djaketra, Jacatra, Djajakerta, Djajakarta) sudah berumur kian lebih empat era. Nama itu muncul, lenyap, serta muncul lagi dalam perjalanannya dari jaman ke jaman.

Bila dikilas balik berdasar pada catatan histori, nama tertua untuk rumah yang saat ini dimaksud Jakarta yaitu Sunda Kalapa. Adolf Heuken SJ dalam Sumber-sumber Asli Histori Jakarta menyebutkan kata Sunda baru nampak di Jawa Barat pada era ke-10, yakni pada Prasasti Kebon Kopi II serta Prasasti Cicatih di Cibadak, yang mengatakan mengenai seseorang raja ataupun Kerajaan Sunda.

Mengenai prasasti tertua sebagai peninggalan histori Jakarta yaitu Prasasti Tugu dari era ke-5. Prasasti ini tertanam nyaris 1. 400 tahun. lamanya di Desa Batu Tumbuh, di dekat Tugu, Jakarta Utara. Prasasti menerangkan kalau kehidupan awal di Jakarta telah tumbuh. Ketika itu Jakarta ada dalam penguasaan Kerajaan Sunda Pajajaran.

Dari sumber-sumber histori serta peta purba yang di teliti Heuken, terlihat telah ada permukiman di selama daratan aluvial Jakarta mulai sejak era ke-5. Daratan aluvial itu ada di samping tenggara Tanjung Priok.

Diluar itu, berdasar pada teori J Noorduyn serta H Th Verstappen atas peta topografik, terlihat Kali Cakung berniat dibelokkan persis pada sisa tempat Prasasti Tugu itu dari arahnya yang lama (ke utara, ke Lagoa), ke arah timur laut, yaitu ke Marunda.

Sunda Kalapa sebagai satu kota pelabuhan tumbuh serta berkembang dengan cepat. Hal semacam ini termuat dalam satu catatan Cina dari Chu Fan Chi pada era ke-11 yang menguraikan masalah kota pelabuhan dengan kedalaman 60 kaki dengan lelaki ataupun wanita yang mengikatkan sepotong kain katun di pinggang.

Pada 1513, kapal Eropa pertama, yaitu empat kapal Portugis dibawah pimpinan de Alvin, berkunjung di Sunda Kelapa. Mereka datang dari Malaka, yang dua tahun. terlebih dulu dikalahkan oleh Alfonso d Albuqueque. Sunda Kelapa yaitu pelabuhan yang ramai sebagai tempat singgahnya kapal-kapal dari Palembang, Tanjungpura, Malaka, Makassar, serta Madura, bahkan juga sampai pedagang-pedagang dari India, Tiongkok Selatan, serta Kepulauan Ryuku (Jepang).

Perubahan Islam di Nusantara harus membawa dampak untuk Sunda Kalapa. Terjadi satu usaha ekspansi dari golongan Muslim untuk menebarluaskan dampak politik, ekonomi, serta keagamaan. Berita dari D Barros menyampaikan kabar kalau Faletehan datang dari Banten serta merebut Sunda Kelapa.

Siapakah Faletehan? Prof Husein Djajadiningrat dalam Histori Jakarta dari Jaman Prasejarah hingga Batavia mengidentifikasikan kalau Faletehan yaitu Syarif Hidayatullah dengan kata lain Sunan Gunung Jati. Berdasar pada Purwaka Caruban Negeri, babad Kerajaan Banten, penaklukan Kerajaan Banten berlangsung pada 1526 serta penaklukan Sunda Kelapa berlangsung pada 1527. Saat itu nama Sunda Kelapa ditukar jadi Jayakarta yang bermakna ‘membuat kemenangan’.

Prof Husein Djajadiningrat memiliki pendapat pergantian nama itu berlangsung pada 17 Desember 1526—suatu pendapat yang tidak sama dengan versus Soekanto pada 22 Juni 1527. Djajadiningrat juga menggarisbawahi kalau pemberitan nama Jayakarta mungkin saja dikaitkan dengan kemenangan Nabi Muhammad merebut Kota Mekah dari tangan golongan Quraisy.

Diluar itu, juga teringat bakal firman Allah dalam surat pertama Al-Fath, ” Inna fatahna laka mubinan ” yang bermakna ‘sesungguhnya kami sudah berikan kemenangan padamu kemenangan yang nyata’.

Tetapi perubahan Jayakarta dibawah penguasaan Kerajaan Banten malah semakin memerlihatkan kemunduran. Beragam kesepakatan dengan Belanda di buat, termasuk juga kesepakatan pada Pieter Both dengan Pangeran Jakarta Wijayakrama tahun. 1610.

Di masa datang, Pangeran Jayakarta murka karena Belanda berupaya masuk bentengnya di kota pelabuhan itu. Peperangan pada Banten yang dibantu Inggris pada Belanda juga dikerjakan terbuka mulai sejak 23 Desember 1618. JP Coen berupaya mengumpulkan kemampuan serta memohon pertolongan ke Maluku, sesaat di Jayakarta Pieter van den Broecke di tangkap pasukan Pangeran Jayakarta.

JP Coen lalu datang dengan bala pertolongan dari Maluku pada 10 Mei 1619. Tidak tanggung-tanggung, ia membawa 16 kapal untuk menyerbu benteng. Karena persiapan yang masak ditambah tengah ada kekosongan pimpinan di Jayakarta karena ditarik ke Banten, pada 30 Mei 1619 Kota Jayakarta sukses dikuasai oleh Belanda. Mulai sejak waktu tersebut lahir nama Batavia.

Soekanto mengatakan Coen sesungguhnya menginginkan supaya Jayakarta diberi nama Nieuw Hoorn, yaitu sebagai penghormatan pada kota kelahirannya, Hoorn. Tetapi pemerintah paling tinggi VOC di Belanda memerintahkan agar kota itu dinamakan Batavia, sebagai peringatan atas orang yang awal mula menempati Belanda, yaitu de Bataven.

Mulai sejak waktu tersebut, lewat JP Coen, Belanda sukses kuasai Jakarta serta membuatnya sebagai rendezvous dalam makna ekonomi serta politik kekuasaannya di Indonesia.

Di satu segi, penetapan lagi tahun. Jakarta 22 Juni 1527 diketemukan di dalam semangat besar pembebasan histori Indonesia dari pojok pandang kolonial. ” Jauhi penyakit Hollands denken, ” demikian pesan Wali Kota Sudiro pada awal 1956 saat memberikan tugas guru besar histori di UI, Prof Dr Sukanto, mencari hari lahir Jakarta.

Bantu Share Nya Berita Lifestyle






Comments are Closed