Main Menu

Ketahuan Punya Alkitab, Korut Jatuhi Penjara Seumur Hidup Balita 2 Tahun

Berita Terkini — Korea Utara memberikan hukuman penjara seumur hidup pada seorang balita, usai orang tuanya ketahuan menyimpan Alkitab di rumah.

Kabar ini terungkap dalam laporan terbaru Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. Di mana, kasus ini terjadi pada 2009 silam berdasarkan praktik keagamaan mereka.

Seperti dilaporkan, di Korea Utara, seseorang yang tertangkap membawa Alkitab akan menghadapi hukuman mati. Sementara untuk keluarga mereka yang termasuk anak-anak akan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

“Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama (di Korea Utara) terus ditolak, tanpa ada sistem kepercayaan alternatif yang ditoleransi oleh pihak berwenang,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Juli 2022, dilansir New York Post, Selasa (30/5/2023).

Guterres melihat bagaimana situasi di Korea Utara yang tidak mengalami perubahan sejak laporan hak asasi manusia tahun 2014. Di mana bahwa pihak berwenang hampir sepenuhnya menyangkal hak atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan agama.

Sebagaimana Laporan Kebebasan Beragama Internasional yang dirilis Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat tahun 2022, pemerintah Korea Utara terus melakukan eksekusi , menganiaya, menangkap, dan menyiksa orang secara fisik karena kegiatan keagamaan mereka. Di mana sekitar 70.000 penganut Kristen yang dipenjarakan.

Diketahui, pembatasan perjalanan karena pandemi COVID-19 sudah mengurangi informasi yang tersedia mengenai kondisi HAM Korea Utara. Hal ini kemudian mendorong Kementerian Luar Negeri AS bekerja sama dengan LSM, kelompok HAM, dan PBB untuk mengonfirmasi klaim pelecehan.

Sementara beberapa lembaga keagamaan yang terdaftar secara resmi ada di Korea Utara, termasuk gereja, para pejabat AS menyebut jika itu semua beroperasi di bawah kontrol negara yang ketat. Tak hanya itu, sebagian besar hanya berfungsi sebagai pajangan bagi turis asing.

Eksekusi Seenaknya

Dalam laporan yang dirilis LSM Korea Future Oktober 2021 lalu, diketahui adanya pelanggaran kebebasan beragama setelah mewawancarai 244 korban.

Para korban yang diwawancarai di antaranya 150 orang penganut Syamanisme dan 91 orang penganut Kristen. Untuk usia para korban sendiri berkisar dari hanya dua tahun hingga lebih dari 80 tahun dan wanita serta anak perempuan merupakan lebih dari 70 persen dari korban yang didokumentasikan.

Laporan tersebut menyebut, pemerintah Korea Utara menuduh individu terlibat dalam praktik keagamaan, melakukan kegiatan keagamaan di China, mempunyai barang-barang keagamaan, melakukan kontak dengan orang beragama, serta berbagi keyakinan agama.

Oleh sebab itu, mereka ditangkap, ditahan, disiksa dan harus menjalani kerja paksa.

Seorang pemberontak mengaku pada Korea Future, bahwa otoritas Korea Utara memukuli penganut Kristen dan Syamanisme ketika dalam tahanan. Bukan hanya itu, mereka juga memberi para tahana makanan yang terkontaminasi, dan mengeksekusi mereka secara sewenang-wenang.






Comments are Closed