Main Menu

Memanasnya Pemilu di Malaysia, Polisi Siaga Konflik Ras dan Agama

Berita Terkini — Polisi Malaysia meminta warga supaya tidak mengunggah konten provokatif terkait ras dan agama usai pemilihan umum Negeri Jiran yang berujung mentok dan panas.

“Tindakan tegas akan diambil terhadap pengguna yang mencoba menghasut situasi yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban umum,” ujar Inspektur Jenderal Polisi, Acryl Sani Abdullah Sani, dikutip dari Reuters.

Setelah pemilu berlangsung, pihak kepolisian mengklaim telah mendeteksi konten media sosial yang sarat rasial dan agama serta juga menghina monarki negara itu.

Dalam pemilu yang diadakan akhir pekan lalu itu, tak ada pemenang mutlak, Malaysia pun terpaksa terjerumus dalam “parlemen gantung.”

Saling Klaim Kemenangan

Diketahui dua kubu terkuat dalam pemilu saling mengklaim kemenangan. Namun yang sebenarnya terjadi, belum ada yang berhasil mencapai ambang batas minimal parlemen.

Kedua kubu tersebut adalah Pakatan Harapan yang mengusung Anwar Ibrahim dan Perikatan Nasional yang mengusung Muhyiddin Yassin.

Dalam ketidakpastian ini, muncullah narasi-narasi terkait ras yang mendominasi obrolan politik di media sosial.

Dari penelusuran proyek pemantauan ujaran kebencian online yang dijalankan oleh Pusat Jurnalisme Independen, narasi-narasi tersebut sebenarnya sudah muncul semenjak sebelum pemilu.

Narasi-narasi ini semakin panas usai Partai Islam Se-Malaysia (PAS) yang sering meneriakkan hukum syariah, unggul dalam pemilu.

Keunggulan PAS ini membuat kekhawatiran kalangan investor akan potensi dampak hukum syariah tersebut terhadap kebijakan.

Ras dan Agama

Ras dan agama sendiri merupakan suatu masalah pelik di Malaysia, sebagai negara multikultural dengan mayoritas etnis Melayu Muslim yang hidup bersamaan bersama minoritas Tionghoa dan etnis India.

Pengguna media sosial Malaysia pada Senin lalu melaporkan banyak unggahan di TikTok tentang kerusuhan ras mematikan di Kuala Lumpur pada 13 Mei 1969 lalu. Unggahan tersebut muncul tepat usai digelarnya pemilu.

Diketahui, ada sekitar 200 orang tewas dalam bentrokan yang disinggung dalam unggahan tersebut. Bentrokan tersebut dipicu oleh kalahnya koalisi pemerintahan dari golongan Tionghoa.

Dari situlah, kepolisian Malaysia meminta agar warga tak lagi mengunggah konten provokatif, sementara pemerintahan baru belum terbentuk.






Comments are Closed