Main Menu

Presiden China Minta Perempuan China untuk Menikah

Berita Terkini — Di tengah resesi seks yang melanda negara China, Presiden Xi Jinping meminta perempuan-perempuan di China untuk menikah. Sebab hal ini juga meresahkan sang presiden.

Baru-baru ini, dalam sebuah pertemuan, Xi mengatakan perempuan mempunyai peran “unik” dalam mengembalikan kehidupan berkeluarga di China.

“Kita perlu membimbing perempuan untuk memainkan peran unik mereka dalam meneruskan nilai-nilai tradisionl bangsa China, membangun tradisi keluarga yang baik, dan menciptakan tren baru dalam peradaban keluarga,” ujar Xi, seperti dikutip Radio Free Asia, Kamis (23/11).

Xi merasa, bahwa anak-anak bisa tumbuh sehat hanya ketika berada di keluarga yang harmonis, pendidikan keluarga yang baik, serta tradisi keluarga yang benar.

“Kita perlu secara aktif menumbuhkan budaya baru dalam pernikahan dan melahirkan anak,” ujarnya.

Selain itu, Xi juga menuturkan, perempuan harus dimobilisasi untuk berkontribusi pada modernisasi China.

Lebih lanjut, Xi menjelaskan pihak berwenang China perlu memberikan bimbingan pada generasi muda terkait pernikahan dan melahirkan anak.

Seruan Xi ini sendiri muncul sebagai upaya untuk menanggulangi resesi seks di China.

Sebagai informasi, selama sembilan tahun terakhir jumlah pasangan di China yang menikah anjlok hampir 56 persen.

Pada Mei 2021 lalu, China juga memberi pengumuman mengenai rencana baru untuk meningkatkan angka kelahiran yang lesu dan membalikkan angka populasi lanjut usia yang tinggi.

Tak hanya itu, pemerintah China juga meningkatkan batas secara resmi jumlah anak per pasangan yakni tiga anak. Di mana sebelumnya hanya dua anak. Tapi sayangnya, para perempuan China tak tergiur dengan tawaran pemerintah.

Beberapa menilai, jika narasi Partai Komunis China (PKC) mengenai perempuan hanya bernilai politis, alih-alih membebaskan perempuan.

“Kalim PKC bahwa perempuan separuh langit sebenarnya adalah soal kepentingan politik,” ujar Wang Ruiqin, mantan anggota Konferensi Konsultatif Politik China.

Selain itu, PKC tak memiliki langkah mendasar untuk mengatasi angka kelahiran yang rendah.

“Tidak ada pembebasan perempuan, tidak ada perlindungan lapangan kerja atau kesejahteraan, dan biaya membesarkan anak tidak ditanggung oleh pemerintah,” tambah Wang.

Memang, perempuan China menghadapi hambatan besar untuk mendapatkan pekerjaan di pasar tenaga kerja. Mereka juga takut hamil apabila berhasil mendapatkan pekerjaan, sebab khawatir bos akan memecatnya.

Sementara kaum mudah China menghindari pernikahan, memiliki anak, dan rumah di tengah krisis ekonomi serta tingginya angka pengangguran.






Comments are Closed